Ini Penyebabnya Karyawan terbaik resign

“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2

Masalah terkait pengurangan karyawan bukanlah hal yang baru, namun yang menarik perhatian adalah makin bertambahnya karyawan yang ingin keluar dari perusahaan tanpa ragu-ragu, bahkan ketika sedang memiliki prestasi yang baik di perusahaannya.
Karena itu, banyak perusahaan-perusahaan besar kehilangan karyawan-karyawan terbaiknya. JobsDB melalui artikel ini menjabarkan alasan yang mendasari mengapa mereka resign, bahkan dengan lantang dan berteriak, ‘Maaf Pak Saya keluar!’.
1. Gaji terlalu kecil atau terlalu lama naiknya
Karyawan perusahaan menyebutkan bahwa gaji dan kompensasi sebagai alasan utama mengapa mereka memilih untuk meninggalkan pekerjaan mereka. Ketika ekonomi Asia secara perlahan membaik, masih terdapat perusahaan di luar sana yang menggaji karyawannya di bawah upah minimum.
Biasanya, perusahaan-perusahaan ini menunggu surat pengunduran diri dari karyawannya sebelum memberikan surat penawaran gaji yang baru. Parahnya, penawaran yang diajukan tersebut masih terlalu kecil dan sangat terlambat.
Ketika penawaran tersebut dibuat, biasanya karyawan telah memutuskan untuk berhenti atau telah menerima tawaran pekerjaan di tempat lain. Hal ini juga berkaitan dengan tunjangan di luar gaji seperti jatah cuti, tunjangan kesehatan dan gigi, bonus, komisi dll. Ketika seorang karyawan tidak mendapatkan apa yang diharapkan, ia akan memilih untuk meninggalkan pekerjaannya.
2. Tidak adanya hubungan dengan atasan
Sebagian karyawan memilih untuk tidak bersahabat dekat dengan atasannya, tetapi mereka menginginkan sebuah hubungan yang baik terjalin dengan atasannya. Karyawan bekerja dengan atasannya (manager) dan jika mereka tidak dapat berkomunikasi dengan atasannya, maka suasana bekerja akan terasa berat dan makin memburuk.
Tak seorangpun yang ingin bekerja dengan orang yang sulit untuk dimintai nasihat atau feedback tentang kinerja mereka. Sebuah hubungan merupakan bagian dari kebutuhan sosial dan jika hal tersebut tidak ditemukan di tempat kerjanya atau dari atasannya, seorang karyawan akan memilih untuk mencarinya di tempat yang lain.
3. Sudah tidak ada tantangan
Setiap individu tidak pernah berhenti untuk mencari tantangan yang baru. Hal ini yang menguatkan kepribadian, kepercayaan diri dan passion individu tersebut.
Jika sebuah pekerjaan telah menjadi sesuatu yang hanya bersifat pengulangan dan tidak menawarkan tantangan yang berarti, bahkan seorang karyawan terbaik pun akan berjalan menuju pintu “exit” dan tidak akan pernah kembali.
Hanya butuh waktu sekitar beberapa bulan atau maksimal 1 tahun untuk mengasah sebuah keahlian, yang artinya tidak ada satupun yang mau menghabiskan waktu hingga lima tahun hidupnya melakukan sesuatu yang sama terus menerus.
4. Tidak adanya pengakuan dalam mencapai prestasi kerja
Setiap karyawan bahkan setiap orang menginginkan kerja keras dan usahanya diakui. Sehingga menjadi hal yang lumrah ketika karyawan-karyawan terbaik meninggalkan perusahaannya hanya karena prestasi dalam pekerjaannya tidak diakui.
Kita semua menginginkan diberikan tepukan tangan pada setiap pekerjaan yang telah kita selesaikan dengan baik dan ketika hal ini sudah tidak terjadi, setiap orang akan kehilangan ketertarikannya untuk berusaha dan kerja keras.
5. Mencari kesempatan bekerja yang lebih baik
Alasan besar lainnya kenapa karyawan terbaik meninggalkan pekerjaannya karena mereka siap untuk mengembangkan karir mereka ke level selanjutnya. Hal ini normal terjadi ketika mereka telah merasa telah menguasai segala sesuatu terkait dengan pekerjaannya.
Hal ini juga terjadi ketika mereka mulai sadar dan menilai diri mereka sebagai seorang profesional. Sebagian besar karyawan mendapatkan rasa percaya diri ketika telah menguasai keahlian tertentu dan jika mereka tidak dapat menemukan tempat untuk mengembangkan keahlian mereka yang lain, mereka akan mulai untuk mencari wadah yang lain.
Masalah pengunduran diri berdampak pada perusahaan dan juga pada karyawan yang berhenti. Ketika Anda kehilangan seorang karyawan, Anda harus bekerja keras untuk menutupi kekosongan yang ditinggalkan. Hai ini juga berakibat pada keuangan perusahaan karena harus menyalurkan sejumlah uang demi kepentingan perekrutan dan pelatihan.
Karyawan yang telah berhenti juga harus mulai mencari pekerjaan yang baru (jika mereka belum menemukan perusahaan baru),  kembali pada proses pencarian kerja. Jika Anda mendapatkan masalah yang serupa pada perusahaan Anda, baiknya Anda menilai kembali situasi dan melakukan sesuatu sebelum masalah tersebut tidak dapat lagi diselesaikan.
“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….” Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah. Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion, bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya dinilai baik. Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor tempatnya bekarja. Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari “kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir. MERASA TIDAK DIHARGAI Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai. Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih payah yang sudah dilakukan dengan baik. Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita. Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai. Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan mencari tempat kerja lain. BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik, dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar. Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan. Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena inflasi? Mau bekerja rodi? PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai kompensasi tambahan tanggung jawab. Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan? Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu. Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul. TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang, tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha, bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap? Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi. SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar, pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya memutuskan untuk resign. Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman. Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak? Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2

0 comments:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More