“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Masalah terkait pengurangan karyawan bukanlah hal yang baru, namun yang menarik perhatian adalah makin bertambahnya karyawan yang ingin keluar dari perusahaan tanpa ragu-ragu, bahkan ketika sedang memiliki prestasi yang baik di perusahaannya.
Karena itu, banyak perusahaan-perusahaan besar kehilangan karyawan-karyawan terbaiknya. JobsDB melalui artikel ini menjabarkan alasan yang mendasari mengapa mereka resign, bahkan dengan lantang dan berteriak, ‘Maaf Pak Saya keluar!’.
1. Gaji terlalu kecil atau terlalu lama naiknya
Karyawan perusahaan menyebutkan bahwa
gaji dan kompensasi sebagai alasan utama mengapa mereka memilih untuk
meninggalkan pekerjaan mereka. Ketika ekonomi Asia secara perlahan
membaik, masih terdapat perusahaan di luar sana yang menggaji
karyawannya di bawah upah minimum.
Biasanya, perusahaan-perusahaan ini
menunggu surat pengunduran diri dari karyawannya sebelum memberikan
surat penawaran gaji yang baru. Parahnya, penawaran yang diajukan
tersebut masih terlalu kecil dan sangat terlambat.
Ketika penawaran tersebut dibuat,
biasanya karyawan telah memutuskan untuk berhenti atau telah menerima
tawaran pekerjaan di tempat lain. Hal ini juga berkaitan dengan
tunjangan di luar gaji seperti jatah cuti, tunjangan kesehatan dan gigi,
bonus, komisi dll. Ketika seorang karyawan tidak mendapatkan apa yang
diharapkan, ia akan memilih untuk meninggalkan pekerjaannya.
2. Tidak adanya hubungan dengan atasan
Sebagian karyawan memilih untuk tidak
bersahabat dekat dengan atasannya, tetapi mereka menginginkan sebuah
hubungan yang baik terjalin dengan atasannya. Karyawan bekerja dengan
atasannya (manager) dan jika mereka tidak dapat berkomunikasi dengan atasannya, maka suasana bekerja akan terasa berat dan makin memburuk.
Tak seorangpun yang ingin bekerja
dengan orang yang sulit untuk dimintai nasihat atau feedback tentang
kinerja mereka. Sebuah hubungan merupakan bagian dari kebutuhan sosial
dan jika hal tersebut tidak ditemukan di tempat kerjanya atau dari
atasannya, seorang karyawan akan memilih untuk mencarinya di tempat yang
lain.
3. Sudah tidak ada tantangan
Setiap individu tidak pernah berhenti untuk mencari tantangan yang
baru. Hal ini yang menguatkan kepribadian, kepercayaan diri dan passion individu tersebut.
Jika sebuah pekerjaan telah menjadi sesuatu yang hanya bersifat
pengulangan dan tidak menawarkan tantangan yang berarti, bahkan seorang
karyawan terbaik pun akan berjalan menuju pintu “exit” dan tidak akan
pernah kembali.
Hanya butuh waktu sekitar beberapa bulan atau maksimal 1 tahun
untuk mengasah sebuah keahlian, yang artinya tidak ada satupun yang mau
menghabiskan waktu hingga lima tahun hidupnya melakukan sesuatu yang
sama terus menerus.
4. Tidak adanya pengakuan dalam mencapai prestasi kerja
Setiap karyawan bahkan setiap orang menginginkan kerja keras dan
usahanya diakui. Sehingga menjadi hal yang lumrah ketika
karyawan-karyawan terbaik meninggalkan perusahaannya hanya karena
prestasi dalam pekerjaannya tidak diakui.
Kita semua menginginkan diberikan tepukan tangan pada setiap
pekerjaan yang telah kita selesaikan dengan baik dan ketika hal ini
sudah tidak terjadi, setiap orang akan kehilangan ketertarikannya untuk
berusaha dan kerja keras.
5. Mencari kesempatan bekerja yang lebih baik
Alasan besar lainnya kenapa karyawan terbaik meninggalkan
pekerjaannya karena mereka siap untuk mengembangkan karir mereka ke
level selanjutnya. Hal ini normal terjadi ketika mereka telah merasa
telah menguasai segala sesuatu terkait dengan pekerjaannya.
Hal ini juga terjadi ketika mereka mulai sadar dan menilai diri
mereka sebagai seorang profesional. Sebagian besar karyawan mendapatkan
rasa percaya diri ketika telah menguasai keahlian tertentu dan jika
mereka tidak dapat menemukan tempat untuk mengembangkan keahlian mereka
yang lain, mereka akan mulai untuk mencari wadah yang lain.
Masalah pengunduran diri berdampak pada perusahaan dan juga pada
karyawan yang berhenti. Ketika Anda kehilangan seorang karyawan, Anda
harus bekerja keras untuk menutupi kekosongan yang ditinggalkan. Hai ini
juga berakibat pada keuangan perusahaan karena harus menyalurkan
sejumlah uang demi kepentingan perekrutan dan pelatihan.
Karyawan yang telah berhenti juga harus mulai mencari pekerjaan
yang baru (jika mereka belum menemukan perusahaan baru), kembali pada
proses pencarian kerja. Jika Anda mendapatkan masalah yang serupa pada
perusahaan Anda, baiknya Anda menilai kembali situasi dan melakukan
sesuatu sebelum masalah tersebut tidak dapat lagi diselesaikan.
“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
“Dear Boss, I quit…….”
Saya sempat terperanjat saat salah satu teman mengabarkan sudah keluar
dari pekerjaan yang ia tekuni sekitar empat tahun terakhir. Saya
terkaget-kaget karena pekerjaan yang ia tinggalkan tersebut, merupakan
pekerjaan yang teman saya impikan sejak ia menapaki bangku kuliah.
Selama ini tidak pernah terdengar kesah dari teman saya itu. Ia malah
kerap bercerita bahwa karir yang ia tekuni sangat seru, sesuai passion,
bla…bla…bla… saya terkadang suka iri kala ia bercerita mendapatkan
fasilitas ini-itu dari kantor tempatnya bekerja karena kinerjanya
dinilai baik.
Teman saya tersebut ternyata bukan satu-satunya yang resign, ada teman
saya satu lagi yang mengundurkan diri dari pekerjaan yang ia tekuni
selama beberapa tahun terakhir. Padahal sepengetahuan saya, teman saya
itu merupakan salah satu karyawan yang cukup diandalkan di kantor
tempatnya bekarja.
Apa yang menyebabkan mereka resign? Usut punya usut ternyata ini yang
menyebabkan mereka memutuskan untuk “berlabuh” dan mencoba mencari
“kapal” lain sebagai sarana untuk berlayar di lautan karir.
MERASA TIDAK DIHARGAI
Teman saya mengatakan, secinta apapun kita dengan pekerjaan yang
dijalani, tetap memilih keluar bila hasil kerja kita tidak dihargai.
Bukan ingin mendapatkan penghargaan dengan puji-pujian, atau pengakuan
yang bersifat seremonial, namun setidaknya ada pengakuan atas jerih
payah yang sudah dilakukan dengan baik.
Bila sudah melakukan yang terbaik – dan rekan kerja juga belum tentu
bisa melakukan pekerjaan tersebut sebaik yang sudah kita lakukan, akan
tetapi atasan/pimpinan tetap juga memandang sebelah mata, teman saya
bilang, untuk apa dilanjutkan? Di luar sana masih banyak perusahaan lain
yang mau menghargai dan menampung ide-ide brilian kita.
Ia bilang, terkadang fakir rasa penghargaan dari atasan akan menyebabkan
ide-ide kita tersumbat. Kita malas melakukan yang terbaik, karena toh
kalaupun sudah melakukan hal yang paling baik, tidak akan dihargai.
Sehingga, daripada menghambat karir, lebih baik keluar secepatnya dan
mencari tempat kerja lain.
BEBAN PEKERJAAN TIDAK BERBANDING LURUS DENGAN BESARAN GAJI
Saat beban pekerjaan terus bertambah, namun gaji tidak jua mengalami
peningkatan selama berbulan-bulan, bahkan mungkin bertahun-tahun, teman
saya bilang ada baiknya resign. Ia mengatakan, tidak perlu takut tidak
mendapat pekerjaan baru, selama kita memiliki keahlian, kinerja baik,
dan kemauan untuk maju, kesempatan selalu terbuka lebar.
Usia yang sudah tidak lagi muda bukan halangan untuk mendapatkan
pekerjaan baru. Untuk posisi tertentu seperti frontliner, umur belia
mungkin suatu keharusan, namun pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus
dengan pengalaman yang mumpuni, umur tidak akan menjadi batu sandungan.
Teman saya bilang, mau sampai kapan bertahan dengan tumpukan pekerjaan
yang semakin bertambah, sementara gaji justru semakin berkurang karena
inflasi? Mau bekerja rodi?
PERUSAHAAN MEMPROMOSIKAN ORANG YANG SALAH
Saat mendapat tambahan pekerjaan, saat dibebani tanggung jawab yang
lebih besar, mungkin awalnya kita sambut dengan sukacita. Hal tersebut
dikarenakan, suatu saat nanti kita berharap akan ada promosi sebagai
kompensasi tambahan tanggung jawab.
Namun setelah bekerja sepenuh hati memberikan yang terbaik kepada
perusahaan, promosi tak kunjung tiba, bahkan yang mendapat promosi
adalah rekan sekerja yang secara kinerja dinilai biasa-biasa saja oleh
kita dan rekan-rekan sejawat, haruskah kita tetap bertahan?
Teman saya bilang, no way! Lebih baik tinggalkan perusahaan seperti itu.
Tidak ada gunanya bertahan di tempat kerja yang pimpinanya tidak bisa
membedakan mana karyawan unggul dengan karyawan yang terpoles unggul.
TIDAK DIPERCAYA DAN TERUS DIAWASI
Tidak dipercaya dengan tidak dihargai bedanya tipis. Teman saya bilang,
tidak dipercaya umumnya bila boss terus-terusan mengecek pekerjaan yang
menjadi tanggung jawab kita. Alhasil saking seringnya dicek, pekerjaan
yang dibebankan tersebut ujung-ujungnya malah tidak selesai. Lha,
bagaimana tidak terbengkalai bila setiap jam dipanggil menghadap?
Apalagi bila pekerjaan tersebut membutuhkan kreativitas tinggi.
SUASANA KERJA TIDAK MENYENANGKAN
Ini sepertinya menjadi momok bagi setiap karyawan. Meski gaji besar,
pekerjaan sesuai passion, boss ok, namun bila rekan kerja dan suasana
kantormenyebabkan rasa tidak nyaman, banyak pekerja yang akhirnya
memutuskan untuk resign.
Teman saya bilang, memang tidak ada pekerjaan yang 100 persen nyaman.
Namanya juga bekerja, kalau belanja baru nyaman hehehe, namun bila kita
mampu meminimalisir sumber rasa tidak nyaman tersebut, mengapa tidak?
Bagaimana menurut teman-teman Kompasianer? Salam Kompasiana! (*)
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/cucum-suminar/ini-penyebab-karyawan-terbaik-resign_56adece38e7e618515c3bac2
0 comments:
Posting Komentar